PESAN BAPAK MENTERI (INTRO DULU)

Minggu, Maret 03, 2019

Ini Ibu Kiki, yang membersamai dari proses awal hingga kami berangkat

Tiba di Gedung A Kemendikbud, sekitar pukul satu siang. Bapak Ujang membantu menurunkan kopor. Siapa Pak Ujang? Supir taxi yang saya naiki. Masih muda, anaknya baru dua. Anak keduanya baru lahir tanggal 17 Februari lalu. Dia cukup lancar berbahasa Inggris, dan ramah. Banyak menceritakan pengalaman berhadapan dengan orang dari berbagai negara. Juga tentang penyakit lambungnya, mimpinya untuk punya usaha sendiri. Wait, kenapa dia seperti curhat begitu , ya?
Saat kopor diturunkan, saya memperhatikan lalu lalang di depan gedung Kemendikbud. Ada juga yang berdiri diam. Mereka nyaris sama : berdiri di sebelah kopor, berwajah lelah dan...bingung! Mereka bergerombol, sepertinya dari provinsi yang sama atau, minimal, bidang studi yang sama.
Jika mereka bingung berjamaah, maka saya bingung sendirian. Di sini saya merasa keren, sebab saya lebih mandiri.

Kopor itu saya tarik ke dalam. Dari pintu masuk yang besar, saya belok kiri. Ada meja panjang, disusun menjadi huruf U terbalik. Terlihat beberapa kopor di bagian belakang meja. Dengan pede, tanpa bertanya, saya simpan saja di situ. Kopor alay juga.
Ada barisan bapak ibu yang memakai batik oranye, seperti yang diposting di group WA lalu. Saya ragu hendak kesana. Mencoba menghubungi nomor bu Lia, tidak diangkat. Berganti nomor Bu Devi, peserta dari Batam. Kami baru berhubungan via WA, belum pernah bertemu. Saya juga tidak tahu serupa apa wajahnya. Ketika saya minta dikirim foto, katanya, “Malu, Bu Umi.” Dia pemalu, sepertinya. Semoga juga baik hati, bertanggung jawab, disiplin, berani dan setia.
Telpon saya dijawab. Saya memperhatikan. Seorang perempuan berbicara di telepon.
“Bu Devi!” Saya mengangkat tangan, dan hampir bersamaan perempuan itu mengangkat tangannya juga. Eh, kompakan. Dia berjalan ke arah saya. Tingginya sama dengan saya juga. Eh, kompakan lagi. Hidungnya mancung, kulitnya putih bersih, dan cantik. Nah, bagian ini tidak kompak!
Kami berpelukan. Seperti sudah lamaaaa saling kenal. Cipika cipiki dengan akrab dan gembira. Hati saya terasa hangat. Sebagian cemas terangkat. Setidaknya, kekhawatiran yang silih berganti melintas lenyap sebagian. Ada seorang yang secara jiwa terasa cocok dan menyenangkan.

Saya mendapatkan batik, lalu mulai bersalin eh, berganti baju. Belum banyak kursi terisi. Peserta tiga bahasa (Bahasa Jepang, Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia ) juga baru sebagian yang hadir. Ada Bu Yuana dari Bantul, Bu Setyowati dari Depok, Pak Yulianto dari Rembang, Pak Mas Edy dari Bojonegoro. Menyapa Bu Lia, Bu Ririk (widyaiswara P4TK Bahasa ).
"Ayo berfoto, Bu," ajak saya paa Bu Devi. Kami berswafoto. Kamera diatur bertimer. Begitu dimulai, ternyata jangka waktunya sepuluh detik. Kami berdua tersenyum tampak gigi.
"Keburu kering, nih," celetuk Bu Devi. Sebut saja pose demikian sebagai 'pose garing'!



Acara baru akan dimulai sekitar dua jam lagi, pukul empat sore nanti. Masih banyak waktu untuk bercengkrama dengan Bu Devi, menyalami Bu Kiki. Beliau tampak sibuk. Walau raut wajahnya agak tegang, namun gerak badannya lincah dan energik. Sekali waktu duduk di situ, sebentar kemudian sudah pindah ke sana. Jalan ke sini, lalu bergegas lagi ke situ. Kerudungnya tampak miring, keringat membasahi wajah. Kelelahan tidak menghalangi aura semangat dan energi yang menyala.
Saya membayangkan beratnya tugas yang harus beliau selesaikan bersama tim. Mulai dari urusan administrasi para peserta, mengingatkan ini dan itu tiada henti, menyambut kami, mempersiapkan akomodasi, transportasi, konsumsi. Kami tinggal datang, dan dilayani semaksimal mungkin.
Mabruk , barakallah, Ibu dan Bapak Panitia. Semoga menjadi amal jariyah di hadapan Allah Subhanahu waTa’ala.

Lalu apa isi piato Bapak Menteri? Kan cerita ini di waktu Beliau belum datang. Nanti kalau sudah datang saya sampaikan. Sementara itu, pantengin dulu foto saya di depan panggung saat masih sepi, yes. Lalu sila lanjut bagian berikutnya!


Ibu Guru Umi; menulis agar bahagia.
Ditulis di Berjaya Time Square, apartemen lantai 41, nomor 04.

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.