MENUJU UPIN IPIN

Jumat, Maret 01, 2019
Banyak planning saya yang berantakan saat Hafidz opname. Saya serahkan urusan keuangan kepanitiaan ujian kelas XII. Tugas lainnya juga dialihkan. Fokus hanya pada Hafidz saja.
Termasuk rencana persiapan menuju diklat itu. Diklat di University of Malaya, dimana saya dan 7 teman guru bahasa Inggris dari berbagai provinsi akan dikirim oleh P4TK. Apakah P4TK itu? Googling, gih.
Hafidz diizinkan pulang Jumat malam , tanggal 22 Februari 2019. Sabtu hingga Senin, saya tepar. Kelelahan. Kepala terasa berat, asam lambung sepertinya meningkat. MAs Budi mengusahakan beberapa hal; meminumkan madu, membelikan temulawak, mencarikan obat lainnya.
"Coba bekam," sarannya. Senin siang menjelang sore saya bekam. MasyaaAllah, terasa ringan dan lebih nyaman paa bagian leher dan pundak.

"Apa saja yang belum siap?" Pertanyaan Mas Budi itu membuat saya mencermati daftar lagi. Banyak yang belum saya siapkan dengan baik. Pakaian belum dipilih ulang. Kopor belum disiapkan. Bawa setrika? Bawa pakaian berapa? Bawa kabel panjang? Bawa sepatu olah raga? Melintas juga pertanyaan konyol lainnya yang remeh temeh. Misal, bagaimana menuju tempat menginap dari bandara Soeta? Kalau tersasar bagaimana? Aku karo sopoooooooo?

Informasi acara pelepasan di group Tiga BAhasa (English, Indonesia, dan Jepang) berubah cepat. Semula pelepasan dijadwalkan tanggal 28 Februari, ternyata dimajukan ke tanggal 27 Februari, malam hari. Lalu berubah lagi ke sore hari, pukul 16.00 WIB. Terakhir, maju menjai pukul 15.00.
Pesawat saya diperkirakan landing menjelang pukul 12.00 siang. Menuju lokasi, bagaimana? Saya memutuskan langsung menuju Senayan, agar tidak tertinggal acara pelepasan. Keputusan itu diambil setelah tanya Paman Roni tentang bagaimana cara ke LPMP dan Senayan. Alternatif yang diberikan cukup bikin ruwet, bagi saya yang sedang panik, bingung, dan khawatir. Khawatir terlambat. Khawatir tersasar. Khawatir mabuk (idih!). Khawatir lapar... Tengah hari, perut saya pasti butuh nasi, bukan sekedar roti. Nggak banget, ya? Yang remeh temeh dibuat ribet. Itulah efek tidak fokus dan lupa... Lupa bahwa ada Allah SWT yang paling layak dijadikan sandaran.
"Seperti tidak punya Allah saja!" tandas sekali sindiran Mas Budi jika saya mulai cemas gak jelas.
Apalagi setelah Bu Lia, widyaiswara P4TK memberi saran yang sama, saya mantap langsung ke Senayan.


Urusan berat kopor juga cukup rempong. Beberapa kali baju dikeluarkan dan dimasukkan. Ditimbang, berat berlebih tiga kilogram. Dikeluarkan, ditimbang lagi.
Nabila sangat membantu. Menyetrikakan, melipat dan menata di kopor. JAzakillah, Cantik.
"Bunda mau kemana?" Hafidz memperhatikan kesibukan saya malam itu.
"Diklat, sebulan. Ke Malaysia. Kakak minta dibawakan apa?"
Dia menggeleng. Aduh, hati saya teriris. Mulai mewek, deh.
"Bawakan Milo ya?" Bujuk saya. Dia menggeleng, lalu pergi menjauh. Ya Allah, maaf ya, Nak.

Malam itu Najma dan adeknya tidur lebih larut.Mereka membersamai kesibukan saya dengan berbagai gaya: HAfidz membaca buku, Zahra dan Najma membaca dan browsing. Setelah lampu dimatikan, saya datangi mereka.
"Tidur, yuk. Jangan sampai shubuh terlambat." Mereka mulai tidur. Saya memeluk Hafidz dan tertidur di sebelahnya.

Esok pagi, pukul setengah enam, pihak travel suah menelepon. Saya ciumi kepala Najma, Zahra dan HAfidz satu per satu. Entah mengapa, rasanya hati ini berat dan sesak.
Saya bacakan doa di kepala mereka, lebih lama dan lebih dalam.

Semoga Allah jaga kalian di mana pun berada.
InsyaaAllah bertemu sebulan lagi, Nak. Jaga sholat, dan salinglah menyayangi dan melindungi.

Ibu Guru Umi: menulis agar bahagia.
Ditulis di kamar 12, lantai 2 Gedung Mahoni, P4TK Bahasa.

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.