PROF MARIA SALIH: DECISION MAKING (BAG 2)

Sabtu, Maret 16, 2019
Setelah tulisan pertama, inilah tulisan berikutnya.



Mengapa pelajar Malaysia berada di posisi yang rendah dalam ranking PISA? Pertanyaan ini juga bisa menjadi pertanyaan bagi Indonesia, yang rankingnya lebih rendah dari Malaysia.
Menurut Prof Maria Shalih, penyebabnya ada pada 3 kondisi.
1. Sikap peserta didik.
Kurang bersungguh-sungguh dalam mengerjakan soal. Mereka mengira sebagai test biasa dan tidak penting. Banyak soal yang tidak dikerjakan. Bisa jadi ini juga dialami pelajar Indonesia. Yang penting dan layak dikerjakan dengan sungguh-sungguh adalah test yang berkaitan dengan nasib mereka; UN, misalnya.
2. Prioritas guru
Guru berfokus pada menuntaskan silabus dan menghadapi ujian. Sehingga banyak konsep yang tidak bisa diberikan secara dalam dan menyeluruh. Latihan diberikan sekedar melatih siswa menjawab soal, bukan memahami, mendalami, apalagi menerapkan konsep.
3. Jenis soal. Soal PISA berbentuk teks panjang dan memerlukan interpretasi, refleksi dan penilaian (evaluasi) berdasarkan kejadian seharihari.
Perbaikan keadaan itu akan terjadi jika muncul perubahan dalam proses belajar. Ajarkan mereka how to think skillfully (bagaimana cara berpikir yang terampil), bukan mengajarkan what to think (apakah yang dipikirkan). Latih mereka menjadi pencari solusi masalah yang inovatif (innovative problem solver) dan pembuat keputusan yang mumpuni (excellent decision maker). Sebab peserta didik akan berhadapan dengan kehidupan nyata. Kehidupan seharihari berjalan dari satu pilihan menuju pilihan lain.

Life is a matter of choice.
Hidup itu sarat dengan pilihan. Para pelaku kehidupan akan senantiasa dihadapkan pada situasi yang memaksa mereka untuk memilih. Mulai dari memilih yag sederhana (memakai baju warna apa ke masjid besok, misalnya) sampai pada massalah besar (pernikahan, pekerjaan). Pilihan keputusan itu akan berpengaruh terhadap jalan kehidupan berikutnya. Kualitas hidup mereka bergantung pada kualitas keputusan dan pilihan.
Hidup juga sarat dengan berbagai masalah yang perlu dipecahkan.
Ada beberapa masalah dalam pemecahan masalah:
1. Gagal menemukan masalah, sehingga gagal pula menyadari dan mencari solusinya. Tidak melakukan usaha apa pun sebab merasa tidak ada masalah.
2. Memotret atau memahami masalah dengan sempit
3. Gegabah menentukan pilihan pada alternatif pertama, sehingga gagal mempertimbangkan akibat keputusan tersebut
4. Gagal memperhitungkan kelayakan tindakan dalam memecahkan masalah ini.

Setelah proses memahami masalah, hal berikutnya adalah bagaimana keputusan diambil. Ada beberapa masalah dalam mengambil keputusan (decision making):
1. Membuat keputusan dengan cepat tanpa memikirkan lebih dalam
2. Membuat keputusan berdasar informasi yang terbatas, sehingga keputusan menjadi dangkal
3. Pemikiran tentang keputusan tersebut tidak terkoneksi dan terorganisir dengan baik, tidak menjadi keputusan yang utuh
4. Ketidakjelasan aspek dalam pengambilan keputusan sehingga melewatkan pertimbangan pertimbangan penting.

Peserta didik perlu disiapkan untuk menghadapi perubahan dunia yang diiringi perkembangan teknologi yang cepat di abad 21. Keterampilan abad 21 dibangun dengan landasan (cornerstones): berpikir (thinking), berkomunikasi (communication), berkolaborasi (collaboration). Penekanannya pada bagaimana ketiga kompetensi itu bisa dikembangkan di kelas sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Lebih detil lagi, mereka dituntut untuk memiliki keterampilan:
1. Berpikir kritis,
2. Inovasi
3. Problem solving
4. Komunikasi
5. Kolaborasi

Landasan awal adalah berpikir.
Pada dasarnya semua manusia secara alamiah dapat berpikir. Namun tidak semua orang berpikir dengan terampil. Keterampilan yang tidak muncul begitu saja; perlu dipelajari dan dilatih.
Beberapa teknik pembelajaran yang bisa dimasukkan dalam pelajaran untuk melatih ketampilan berpikir adalah:
1. Open compare and contrast
2. Parts whole relationship
3. Generating possibilities
4. Sequencing by rank
5. Top down classification
6. Bottom up classification
7. Determining the realibility of a source
8. Finding conclusions and reasons
9. Making skillful prediction

Teknik pembelajaran tersebut, semoga bisa saya tuliskan lain waktu. Walau tidak semua, satu dua saja, setidaknya bisa tersampaikan pengalaman kami berpraktik bersama profesor di sini.

Prosedur pengajaran
Kita mengenal tahap pengajaran guru. Inilah tahap yang biasa dilakukan oleh guru di belahan bumi mana pun:
1. Mengarahkan kegiatan belajar (dengan metode ceramah atau eksperimen?)
2. Menyimpukan pelajaran
3. Memberikan test
Pertanyaan mendasar yang perlu dijawab adalah: bagaimanakah proses belajar yang dialami peserta didik? Jika tidak ada proses memecahkan masalah dan proses pengambilan keputusan, maka tidak ada proses berpikir.
Beberapa kesalahan dalam belajar yang lazim muncul adalah:
1. Peserta didik pasif
2. Pemahaman fakta lemah
3. Tidak ada hubungan yang tampak dari proses belajar dengan kebutuhan hidup peserta didik
Ketika proses belajar salah, maka otomatis hasilnya tidak memadai. Proses berpikir peserta didik tidak berada di jalur yang tepat, sehingga konsep ilmu yang didapat melenceng.
Kesalahan-kesalahan dalam proses berpikir diantaranya:
1. Gegabah/ terburu-buru, keputusan diambil secara cepat tanpa pertimbangan yang kuat.
2. Dangkal, poin pertimbangan tidak dikaji mendalam, sehingga tidak tergali lebih jauh.
3. Sempit, persoalan dipandang terlalu sederhana, dan tidak terpotret secara baik. Sehingga perspektif tentang persoalan dan solusinya sempit.
4. Samar; masalah tidak jelas, sehingga kesulitan mengidentifikasi langkah penyelesaian.
5. Melebar (tidak terlokalisir); bahasa Jawa disebut ngambrak. Persoalan meluas pada hal-hal yang sebetulnya tidak berkaitan sama sekali.
Kesalahan-kesalahan diatas dapat diatasi dengan memasukkan belajar berpikir dalam materi pembelajaran melalui Thinking Based Learning (TBL).

Apakah TBL?
InsyaaALlah dibahas di tulisan berikutnya. Setialah membaca, semoga berkah bagi semua. Tidak hanya untuk guru, tapi juga untuk para orang tua. Mari mulai mendidik mereka dengan proses berpikir yang tepat. Ajarkan bagaimana mengambil keputusan dengan pemikiran yang akurat, logis, dan bermakna. Jangan sampai anak-anak kita masuk dalam golongan 'afala ta'qiluun, apakah mereka tidak berpikir?'
Dekatkan mereka pada proses berpikir yang akan menjadi wasilah kedekatan dan kecintaan pada Allah SWT, dan agama. Dengan demikian, semoga bisa termasuk dalam guru Inonesia agen perubahan.
Wallahu'alam.

Ibu Guru Umi, menulis agar bahagia.
Berjaya Times Square, 16 Maret 2019, pukul 05.40 waktu Malaysia.

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.