SEPATU YANG TERTUKAR

Rabu, September 20, 2017


Judulnya mirip sinetron, hanya beda obyek. Kalau sinetron Putri yang tertukar itu mengharu biru, maka sepatu yang tertukar ini bikin terpingkal-pingkal. Kejadiannya memang benar membuat terkekeh. Semoga saya bisa menceritakan dengan baik, sehingga para pemirsah bisa merasakan kekonyolan teman saya itu. Jika tidak, maafkanlah saya. Sungguh, saya minta maaf.

Teman saya itu, sebut saja Mawar. Eh, jangan, itu mah kriminal. Rada-rada ngeres. Ibu ini, teman sayah tercintah, seorang ibu guru yang halus, dan baik hati. Rajin shodaqoh, dan menghadiri pengajian. Namanya Bu Nana (sebut saja begitu).

Suatu hari, ada tamu di ruang kurikulum. Dua orang ibu dari sekolah lain. Saya keluar masuk, mereka berdua duduk manis di sofa. Lama berselang, ketika saya kembali, mereka berdiri di depan pintu. Satu ibu menunduk, memperhatikan jajaran sepatu. Ia tampak kebingungan.
"Mencari apa, Bu?" tanya saya.
"Sepatu. Cuma ada sebelah," jawab sang ibu. Satu kakinya sudah bersepatu. Saya memperhatikan model sepatunya, membantu mencari. Tidak ada. Kami bertiga menunduk-nunduk serupa mencari uang. Tidak nampak juga.

Yang aneh, ada satu sepatu yang juga hanya ada sebelah. tak ada pasangannya. Saya hafal sepatu itu, milik Bu Nana.

"Ibu tunggu sini, ya. Sebentar saya hubungi teman saya. Barangkali ada yang salah pakai." Lalu saya pergi.

Saya perlu pergi. Kudu. Sebab menahan tawa. Kudu ngguyu. Sebab hal ini: sepatu ibu itu ramping, feminim, mengilat, dan berhak sekitar tiga centimeter. Sepatu Bu Nana flat, lebar, dan kusam (maaf, Buuuu!). Bu Nana tinggi besar, tamu itu langsing dan lebih kecil. So, ukuran sepatu itu jelas berbeda, bukan? Ditambah lagi, jenis sepatunya juga berbeda, bukan?

Saya menelepon. Di tempat sepi, tentu saja.

"Ibu dimana?"
"Di kantor Depag, Bu Ummi. Ada apa?"
"Sepatu Ibu, tidakkah tertukar?"

Hening sejenak. Lalu tergelak-gelak. Terbahak-bahak. Saya tersenyum lebar, lebaaaaar sekali.

Bu Nana bergegas kembali, dengan wajah geli, dan tawa tiada henti.

"Ya Allah, saya sudah kemana-mana," katanya malu-malu.

Kemana-mana, dengan sepatu sebelah lebih kecil, lebih tinggi, lebih sempit. Wahaha. Ajaib...hihi.

***
Berikutnya, kami makan-makan bersama di rumah salah satu sahabat. Pulang sekolah meluncur ke tempat dengan gagah perkasa. Es buah, bakso, rujak, dilahap gegap gempita. Perut kami sorak-sorai bergembira. Usai makan, seonjor, kami mengheningkan cipta. Alhamdulillah.

Beberapa teman pulang lebih dahulu. Saya dan beberapa lainnya masih asyik berbincang.

"Sepatuku mana? Kok cuma sebelah?" Bu Nurul, alias mamak, ribut. Was wes wos, was wes wos. Saya mendengar sekilas-sekilas isi perbincangan mereka.

"Hahahahaha...." Tawa membahana. Heboh, nada celotehannya riang gembira. Saya menyusul, mendapati Bu Nurul menjajar sepatunya dan satu sepatu lainnya. Modelnya sama, ukurannya berbeda. Dan dua-duanya sama-sama sebelah kanan.

Singkat cerita, Bu Nana ditelepon. Beliau kembali dengan wajah yang sama: tersenyum geli, malu, kemudian tertawa terbahak-bahak lagi.

Sudah sampai rumah, dengan sepatu yang dua-duanya kiri semua, dan beda ukuran, tidak terasa? Ajaib!! Hihihihi.

She is so unique! Ai luv yu, Bu Nana!!


Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.