MENDADAK MAKE UP

Senin, September 25, 2017


SAYA DAN KOSMETIK

Saya tidak biasa bermake-up. Tidak terampil juga dengan memake-up-i. Pernah ikut kelas kecantikan sebuah produk kosmetik di sekolah. Melihat dan mengikuti peragaan make- over wajah. Sebab para peserta (yang semuanya ibu guru) tidak ada yang mau jadi model, maka dicomotlah dua siswi yang kebetulan melintas. Malang nian mereka. Saya doakan terperangkapnya mereka dalam situasi itu mendapat balasan berlipat. Dan kami, para guru yang memerangkapnya, mendapatkan ampunan.

Singkat kata, mereka dipermak. Satu siswi berkulit gelap, dengan jerawat yang bersinar cemerlang disana sini. Wajahnya dibersihkan dengan susu pembersih, lalu ditepuk-tepuk dengan penyegar. Lalu diolesi ini, diolesi itu, ditambahi inu. Lalu pemeraga menepuk-nepuk bedak. Kelopak mata diberi ini itu. Begitu begini. Dan...voila, siswi saya itu berubah. Bagi saya, dia serupa manekin yang dilukis.

Sayang seribu sayang, saya tidak menghafal dengan baik urut-urutan segala krim yang dioleskan. Juga tidak memperhatikan teori pemberian eyeshadow, blush on, lipstik, dll. Jadi untuk apa saya ikut? Saya ingin dapat harga promo produknya. Itupun hanya susu pembersih, penyegar, krim pagi, krim malam, mosturizer. Sudah. Ditawari lisptik, hanya tersenyum saja. Maaf mbak sales, bukan aku tak suka. Tapi kekasihku lebih suka apa adanya diriku. Tanpa lipstik, tanpa gambar alis yang dilengkung pakai pensil.

Dulu ketika kecil, Mamah berlangganan majalah Kartini, Amanah, dan Femina. Juga Nova (masih majalah, bukan tabloid). Saya suka mencermati pembahasan make up. Macam-macam rias wajah; untuk ke kantor, kegiatan santai sore hari, ke pesta. Rasanya heran dengan rias wajah kegiatan santai itu. Setahu saya, kegiatan santai di rumah adalah menyiram kebun, duduk-duduk di teras sambil makan pisang oreng dan minum teh panas. Otak lugu saya tidak bisa menangkap apa pentingnya pakai make up dimomen demikian.

Nah, kembali pada ulasan rias wajah di majalah. Jadi, walau tinggal di kota kecil, saya mengenal berbagai trend make up dari tahun ke tahun (selama masih berlangganan majalah tersebut). Satu dua kali Mamah membeli paket kosmetik seperti eyeshadow, blush on, tapi banyak menganggur. Eh, pernah juga terpakai. Waktu adik-adk menari di acara-acara kampung dan kantor. Dengan kemampuan seadanya, kami merias wajah mereka. Hasilnya? Ya , begitulah. Mungkin kalau dilihat sekarang, seperti habis kena bogem mentah. Wehehe.

INSTRUKSI MENDADAK


Zahra, anak ketiga, terpilih menjadi polisi cilik Jombang dan berlaga di lomba Polisi Cilik tingkat Jawa Timur di POLDA Surabaya, awal September lalu. Anggita polisi cilik diseleksi dari enam sekolah. Dari SDIT Ar Ruhul Jadid (sekolah Zahra) ada tiga anak. Zahra bersama Aisy dan Marsha.
Rencana berangkat ke Surabaya pukul enam pagi. Pukul setengah lima pagi kami harus sudah berkumpul. Para polwan bertugas merias wajah anak-anak. Saya menonton saja, tidak bisa membantu sebab tidak punya ketrampilan merias. Sebenarnya saya berharap make up anak-anak tipis-tipis saja. Supaya tidak menor dan lebih natural.
Usai dirias, Zahra. Aisy dan Marsya saling mentertawakan. Mungkin mereka merasa aneh dengan 'lukisan' di wajah masing-masing.

Ahad kemarin, 24 September, Polisi Cilik kembali beraksi di acara ulang tahun Lalu Lintas. Panggung hiburan berada di depan Polres Jombang. Sabtu malam, lewat jam delapan malam, ada instruksi bahwa rias wajah dilakukan di rumah. Kami (saya, Bunda Marsha, Bunda Aisy) kebingungan. Sebab kami sama-sama tidak punya make up memadai. Bunda Marsha hanya punya lipstik. Saya hanya punya krim siang dan mostuirzer saja. Plus bedak, tentunya.

Tidak ada diantara kami yang punya foundation!

Maka, habis shubuh, saya meluncur ke swalayan yang buka 24 jam. Penjaganya mas-mas.

"Mas, ada foundation?" Si mas bingung saya tanyai demikian. Dia hanya menatap rak berisi kosmetik berbagai merk.

"Itu deh, yang merk wa***h, saya lihat semuanya," saya menunjuk jajaran krim. Mas itu mnegambili satu persatu dan menyerahkannya. Ada BB cream. Baik, itu sajalah.

BB cream, bedak, lalu lipstik. Lipstik siapa? Milik Nenek. Lalu, matanya saya beri eyeliner. Punya siapa? Celak punya Nenek. Hehehe.

Kelar dengan Zahra, kami meluncur menuju rumah Marsha. Sudah ada ustadzah Norma. Dia membawa koleksi make upnya. Pipi anak-anak diberi blush on.
Entah kenapa, blush on mereka tidak rata. Pipi kiri lebih tebal, pipi kanan tampak samar dan lebih pendek. Hehehe. Biar lah. Sing penting kelihatan ada riasannya.

"Kenapa sih, pakai dirias?" Ayah protes.

Kenapa, ya? Mungkin agar tidak tampak pucat dan kumus-kumus. Coba lihat foto di bwah ini. Apakah mereka tampak seperti habis dibogem? Kalau iya, jangan dijawab keras-keras. Dibatin saja, nggeh.




Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.