DOKTER DAN MANTEN

Kamis, November 16, 2017

Sybil dan Mami


Hari Selasa, 14 November 2017.
Saya lapar. Menjelang pukul 12.00 WIB,saya menuju ruang kurikulum. Cari makan? Bukan, mau wudhu. Rencana setelah sholat, saya akan pulang dulu. Mau makan siang di rumah saja, sebelum mengajar lagi hingga jam terakhir. Hari ini jadwal lumayan padat, 7 jam pelajaran, plus tambahan kelas XII sampai jam lima.
Kelar wudhu, teman-teman berkumpul di meja besar. Ada tumpeng di atas meja itu.

"Dalam rangka apa ini? " Saya tanya Beb Iva.
Oh ya, saya dan beberapa rekan guru juga nge-gank. Dalam arti positif, lho. Sekian banyak guru, masing-masing punya kedekatan satu sama lain atas nama alasan personal. Kawanan kami (haha, berasa kriminal banget disebut 'kawanan') menamai diri sendiri dengan "Beb". Maka, panggilan namanya ada yang diembel-embeli dengan Beb. Kecuali yang sepuh-sepuh. Terhadap saya, mereka tidak memanggil 'Beb'. Apakah saya sesepuh? Bukan, katanya. Nyemek-nyemek. You know nyemek-nyemek? Tua, belum. Muda, kadaluwarsa. Wahaha.

"Dalam rangka makan-makan," kata Beb Iva.
"Iya, kenapa makan-makan?"
"Lapar," katanya lagi, cuek.

Beb Fitri berbisik sambil kedip-kedip: "Sybil ultah!" Sybil, putri Beb Iva.
"Ooooh, ada yang ultah. Yang keberapa?" Saya mendekati Sybil. Dia mengangkat tiga jarinya. Tiga? Ah, gak mungkin. Badan segede itu, pipi senyempluk itu, baru tiga tahun?
"Minta kado apa?" Saya tanya. Tanya doang.
Sybil geleng-geleng, malu-malu. Untung dia malu-malu. Coba kalau dia pede, dan sebut hadiah yang diminta : gelang emas, kalung emas, cincin emas, gigi emas, gimana? Saya gak akan bisa kasih. PHP anak kecil, gak boleh, kan?
"Kasih sun, boleh?" Dia geleng-geleng lagi.
"Satu kali, sayang?" Dia geleng-geleng lagi. Wajahnya berjarak sekian senti dari wajah saya. Dari samping, seolah-olah wajahnya pipi semua. Nyempluk banget!

"Panggil Kung,"Beb Sita menyuruh. Dia beb muda yang paling gokil. Diantara para sesepuh pun, dia paling gokil. Seenak udel. Badannya lencir, kuruuus.
"Panggil Pak De, doa," katanya lagi. Sybil berjalan menuju Pak Pra, Waka Kurikulum kami. Beb Sita mengintip.
"Pak Dee... Pak Dee...," Beb SIta panggil-panggil.
"Hahaha, tangan Pak Pra ditarik Sybil," Sita tertawa. Saya tidak bisa melihat adegan itu, sebab terhalang partisi. Pak Pra datang, duduk di ujung kiri meja. Kami siap-siap berdoa. Pak Pra yang memimpin.

"...Semoga jadi anak sholihah..."
"Aamiin..!!" Kami mengamini semangat.
"..tambah usia, tambah kebaikan..."
"Aamiin!" Semakin semangat aamiin-nya.

Doa selesai. Sybil dan Mami hendak memotong tumpeng.
"Naik sini," saya mengangsurkan kursi sebelah, mendekatkan pada Maminya. Sybil kesulitan naik ke kursi itu. Beb Iva mengangkatnya. Saya tidak membantu, hanya diam melihat. Tahu dirilah. Sybil sebesar itu, saya gak akan kuat juga! Kalau memaksakan diri, jangan-jangan sayanya yang jatuh!
Mereka berdua berdiri bersebelahan.
"Difotooooo!" Beberapa menyiapkan hapenya. Sybil memotong ujung tumpeng, diwadahi piring. Satu persatu lauk ditumpuk di sisi piring. Potongan pertama tumpeng itu diberikan pada Pak Pra.
"Selamat ulang tahun, Mbak Sybiiiil," seseorang berkata.
"Semoga jadi anak pintar.."
"Aamiin..!!"
"Jadi anak sholihah!"
"Aamiin..!"
"Mau jadi apa?"
Sybil senyum-senyum malu.

"Jadi dokter," katanya lirih.
"Aamiin..!!"
"Jadi dokter dan manten," Sybil mengulang lagi.
"Apa?"
"Kemanten," malu-malu dia mengulang. Meledak tawa semuanya. Dokter dan kemanten?
"Kenapa pakai manten segala?" Saya tanya Beb Iva.
"Ituuu, pakai baju princess. Dandan kaya manten, baju princess-princess gituuuu," Beb Iva menjelaskan. Kami terbahak-bahak.

"Ini mestinya besok. Ulang tahunnya Sybil besok Rabu, aku pesan juga untuk Rabu. Bu Mukhlasin tiba-tiba tadi telepon, tanya, diantar kemana tumpengnya? Aku bilang, untuk besok, bukan sekarang. Tapi sudah terlanjur, yo wis," kata beb Iva.
Kami tertawa lagi. Tumpeng salah jadwal, tho.
Salah jadwal yang menguntungkan. Pas saya lapar, makanan terhidang. Alhamdulillah.
Usai makan, saya mendekati SYbil lagi.

"Terima kasih, kakak. Barakallah fii umrik. Bolen sun?"
Dia masih menggeleng.
"Pipi satu, ya?"
Dia senyum-senyum lagi.
Cup. Saya sun sekali. DIa tertawa. CUp. Satu kali lagi.
"Eh, dua kali deh!" Dia melap pipinya. Saya dan Maminya tertawa.

Happy milad, Kakak Sybil. Semoga jadi manten..eh, dokter yang sholihah.


Pipi nyempluk:

4 komentar:

  1. salam kenal mbak...semoga tercapai ya doanya ya dek pipinya nggemesin ya mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal kembali... Allahumma aamiin,
      Terima kasih sudah mampir di kelas saya..hehehe

      Hapus
  2. ih adeknay lucu abnget , pipinya bikin mau nyubit saja

    BalasHapus
    Balasan
    1. KAlau dicubit biasanya dia marah-marah..hehehe.
      TErima kasih Mba Tira..

      Hapus

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.