UBADAH BIN SHAMIT

Selasa, Oktober 31, 2017



Ubadah bin Shamit adalah tokoh kaum Anshar yang diangkat RAsulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi kepala kabilah. Ia turut dalam Baiat Aqobah pertama bersama 12 orang utama. Setahun kemudian, ia juga termasuk dalam tujuh puluh orang laki-laki dan perempuan yang berbaiat untuk membela agama Islam, dalam Baiat Aqobah kedua.
Kemuliaan menyertai gerak geriknya, dimanapun ia berada. Sejak masuk Islam, seluruh kesetiaannya hanya bagi Allah Subhanahu wata’Ala dan Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam saja.

Kabilah Ubadah sudah lama melakukan perjanjian persekutuan dengan kaum Yahudi Bani Qainuqa di Madinah. Perjanjian ini tetap terjaga ketika RAsulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hijrah ke Madinah. Sebab saat itu, kaum Yahudi Bani Qainuqa masih menjaga suasana damai.
Setelah perang Badar, lalu perang Uhud, Ubadah bin SHamit melihat bibit-bbit pengkhianatan Bani Qainuqa. Ubadah bin Shamit membatalkan perjanjian itu dan ia berkata: “Aku hanya setia kepada Allah, RasulNya dan orang mukmin.”
Allah Subhanahu wata’ala memuji langkah itu melalui firmanNya:
“Dan barangsiapa yang menjadikan Allah, RAsulNya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.” AL Maidah 56

Allahu Akbar. Ubadah bin Shamit mendapat pujian langsung dari Allah Azza wajalla. Pujian yang menetap dalam kitabNya dan dibaca seluruh kaum muslimin.
Ubadah pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berbicara tentang tanggung jawab para pemimpin dan penguasa. Badannya bergetar karena takut. Ia berjanji tidak akan menjadi penguasa walau rakyatnya hanya dua orang saja. Ubadah bin Shamit hanya mau mengajarkan agama Islam.

Khalifah Umar bin Khattab menyadari hal ini. Maka Khalifah Umar tidak memaksanya untuk menjadi gubernur atau jabatan lainnya. Ubadah, Mu’adz bin Jabal, dan Abu Darda’ diutus ke Syam untuk mengajarkan Islam. Ubadah sempat menjadi hakim di Palestina pada masa pemerintahan Mu’awiyah.
Ubadah berkata: “Kami telah berjanji kepada Rasulullah untuk tidak takut terhadap cercaan saat menegakkan agama Allah.”
Ubadah menepati janjinya. Ia tidak takut mengoreksi kesalahan penguasa yang ditemuinya, termasuk Mu’awiyah bin Abu Sufyan, gubernur Paletina saat itu. Penentangan Ubadah bin Shamit ini diketahui penduduk Palestina, dan sebagian dari mereka mendukung Ubadah bin Shamit. Situasi ini mendatangkan kegerahan tersendiri bagi Mu’awiyah bin Abu Sufyan.
Menilik situasi ini, Ubadah bin Shamit berkata kepada Mu’awiyah: “Demi Allah, aku tidak akan tinggal bersamamu di satu daerah.” Ia tinggalkan Palestina dan memilih menetap di Madinah.
Mengetahui Ubadah bin Shamit ada di Madinah, Khalifah Umar bertanya: “Apa yang menyebabkanmu dating ke sini?” Ubadah menyampaikan yang terjadi. Khalifah berkata : “Kembalilah! Allah akan menghancurkanm wilayah yang di dalamnya tidak ada orang sepertimu.”

Khalifah Umar ra mengirim surat kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan,” Kamu tidak punya wewenang apa pun terhadap Ubadah.”
Surat ini adalah bentuk penghormatan Khalifah Umar ra terhadap keistimewaan Ubadah bin Shamit. Ia adalah pemimpin bagi dirinya sendiri. Ubadah tak bisa diusik oleh kekuasaan siapa pun, apalagi jika kekuasaan itu menjurus pada kedzaliman. Kesetiaan Ubadah bin Shamit telah didedikasikan bagi Allah, RasuNya dan orang-orang mukmin.
Ubadah bin Shamit wafat pada tahun 34 Hijriah di Ramalah, Palestina. Pemimpin para pembela agama Islam ini menemui Tuhannya dan meninggalkan keharuman nama sepanjang generasi manusia.
**

Salam bagimu, wahai Ubadah Bin Shamit, pemimpin para pembela agama Allah.


Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.