CALON KOSTRAD DAN TUMIS KANGKUNG

Jumat, Oktober 20, 2017


Mukena Zahra tertinggal di motor. Saya baru menyadari ketika sudah sampai di sekolah. Sekitar pukul sembilan pagi, saya ke sSDIT Ar Ruhul JAdid (ARJ). Waktunya WAFA', Al Quran. BEberapa kelompok ada di masjid, beberapa lainnya di teras kelas. Ada satu dua anak mondar-mandir di dekat saya. Di dada sebelah kiri, tersemat kertas merah berbentuk lingkaran. Ada tulisan CAKOSTRAD. Tidak banyak yang memakai tanda itu.

Jadi ingat beberapa malam sebelumnya. Zahra menyerahkan lembar isian yang perlu diupdate setiap hari. Ada daftar evaluasi sholat. Mulai dari tidak shalat, shlata berjamaah di rumah, dan shalat berjamaah di masjid. Zahra sempat bertanya, jika sholat sendirian di rumah, diisi dimana? Eh, iya. Tidak ada opsi itu. Mungkin terlewat.

Pada form evaluasi ibadah sehari-hari itu ada pengantar dari sekolah. Ada penjelasan mengenai program ini.
KOSTRAD kepanjangan dari Komando Siswa Tanggap Religius Aktif Disiplin. Panjangnyoooo!.

Saya cuplik sebagian penjelasannya.
'.. Konsep dari KOSTRAD hampir sama dengan LDK (latihan DAsar Kepemimpinan); sebuah pelatihan dasar tentang segala hal yang berkaitan dengan kepemimpinan. Perbedaan yang menonjol adalah bagaimana KOSTRAD ini menjadikan AlQuran sebagai landasan pokok dalam berjuang.
Tujuan KOSTRAD adalah meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Subhanahu waTa'ala, memiliki jiwa kepemimpinan dan organisasi yang efektif, menjadi teladan atau contoh terbaik bagi siswa yang lain. Bukan hanya di sekolah tapi juga di luar sekolah...
'
Selebihnya, lihat di foto kedua ini, yes.



Setahu saya, penunjukan CAKOSTRAD itu dilakukan dengan cara memperhatikan keseharian anak-anak di sekolah. Hafalan Quran, kepemimpinan, akhlaq dalam bergaul dengan teman-teman, adab dalam berinteraksi dengan astaidz/asatidzah, kesehatan fisik, dan mungkin juga nilai akademis. Pengalaman di polisi cilik membuat Zahra punya kemampuan PBB yang bagus. Tapi itu bukan yang utama. Baris berbaris bisa dilatih dalam dua tiga hari secara intens. Namun penumbuhan akhlaq yang baik, perlu waktu lama.

Jadi ingat pengalaman saya di perpus.
Beberapa kasus siswa menghilangkan buku, tidak mengembalikan buku paket tepat waktu, dilakukan oleh siswa aktivis ekskul. Yang konon katanya lekat dengan kedisiplinan dan tanggung jawab.
Ada yang beralasan begini: "Berat bu, capek bawanya." Saya ngomel panjang lebar.Alasan ini konyol, dan menyebalkan. Setiap hari dia naik sepeda motor ke sekolah. Tidak jalan kaki apalagi ngesot. Dia tidak harus membopong bukunya (yang cuma sembilan biji saja!) sepanjang jalan. Tinggal dimasukkan kantong, digantung di sepeda motornya, sudah deh.
Ada lagi yang bilang, "Buku ini ada di tumpukan paling bawah, Bu. Saya malas mengambilnya."
"Waduh, pasti tumpukan bukumu tinggi sekali ya, sampai susah mau ambil yang bawah. Punya berapa ratus buku?" Sindir saya. Saya jadi kaya pembawa acara gossip SI**t itu. Tajam, setajam silet!


Kembali ke CAKOSTRAD tadi.
Setelah dipilih menjadi CAKOSTRAD, ada mutabaah atau evaluasi yang dilakukan orang tua di rumah. Isian yang saya tulis di atas itu.
Saya juga diminta menuliskan adab terbaik apa yang Zahra punya, dan adab apa yang sulit diterapkan. Juga penyakit yang sering diderita.

Saya apresiasi program sekolah ini. Sistem seleksi dilakukan terbuka dengan ukuran yang komprehensif. Bukan sekedar berpanas-panas latihan, menghabiskan waktu berjam-jam menempa fisik. Atau pakai sistem pelonco yang menampakkan senior petantang petenteng.
Ada putra seorang teman yang menjadi pemuka paskibra di sekolahnya. Ia hendak mengubah pendekatan senior kepada yunior. Dari gaya kakak sok kuasa, jaim, menjadi kakak yang hangat, bersahabat, dan mengayomi. Hasilnya, ia mendapat pertentangan kuat dari teman-temannya. Melanggar pakem, mengubah tradisi.
Eman-eman jika cuma fisik saja yang jadi perhatian. Mereka akan kehilangan makna usaha kerasnya dalam latihan fisik, dan tidak mampu menghubungkan latihan itu dengan nilai kehidupan sehari-hari.
Misalnya, makna disiplin, bertanggung jawab.
Ditempa supaya datang tepat waktu. Begitu cemas jika terlambat datang, tapi santai dan tidak merasa cemas ketika belum sholat. Disiplin fisiknya tidak mampu menyentuh disiplin ruhaninya dalam perkara sholat tepat waktu.
Ditempa untuk bertanggungjawab jika melakukan kesalahan dengan hukuman push up, lari, sit up; namun tidak ditanamkan makna tanggung jawab dalam skup yang lebih luas. Bertanggung jawab terhadap kebersihan lingkungan, bertanggung jawab terhadap pe-ernya, bertanggung jawab untuk belajar giat dan menjauhi menyontek.
Ditanamkan semangat untuk menjadi pemenang perlombaan, namun tidak ditanamkan untuk berlomba dalam kebaikan.
Berapa kali saya melihat, para aktifis ekskul di sekolah saya ternyata fasih menyontek. Mudah sekali berdusta. Membully secara verbal, berkata-kata kasar, dll.
Fisiknya fisik pejuang, tapi mentalnya mental pecundang. Eman-eman.

Latihan fisik harus dibarengi dengan penanaman aqidah, ibadah, dan adab yang baik. Karena kita tidak cuma butuh fisik dan mental yang kuat, namun juga ruhani yang sehat.
Ruhani yang dekat dengan Rabbnya, lekat dengan Al Quran, dan padat dengan akhlaqul karimah.
Pribadi yang menjadikan dirinya senantiasa meluruskan niat, dan memperbarui tobat.
Pribadi yang bersegera dalam perbaikan dan kebaikan. Tangguh, teguh, bermental pejuang, bukan pecundang.

Oh ya, sore ini, Zahra bilang bahwa besok pagi dia harus ke sekolah. Ada kegiatan pembekalan CAKOSTRAD, mulai pukul 08.00 sampai selesai.
"Bawa nasi, tumis kangkung, tahu dan tempe goreng," katanya.
"Baik, besok pagi insyaaAllah Bunda ke pasar," kata saya.
"Tumis kangkung itu, enak kah?" tanyanya lagi.
"Enak, kok."

Tumis kangkung itu lezat, Nak. Kalau pun tak suka, jangan pedulikan. Tumis kangkung is not a big deal. Yang paling penting, dengan menjadi CAKOSTRAD, bertambahlah kesholihanmu, Manis. Sholih yang mensholihkan sekeliling. Mushlih.

Barakallah, Nak.





2 komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.