ALARM

Kamis, Oktober 05, 2017


FIRST IMPRESSION

Wajahnya sumringah. Dia bercerita panjang lebar tentang dirinya, kuliahnya, pengalaman hidupnya. Saya mendengarkan, mencermati mimik dan ekspresinya. Sejak pertama kali bersalaman, menyebutkan nama masing-masing, lalu duduk berhadapan, saya merasa aura yang aneh. Ada sesuatu, yang membuat saya mengamati gerak-geriknya.

"There is something wrong," alarm itu berdentang-dentang di kepala saya. Entah apa, rasanya ada keganjilan tersembunyi dalam dirinya. Ada energi negatif yang kuat; dan cukup mengganggu.
Saya simpan alarm itu. Tidak menceritakannya pada sahabat dekat saya, yang juga sahabat dekatnya.
Bebeberapa waktu kemudian, keganjilan itu terbukti. Alarm saya benar.

Kali lain, pertama kali pindah ke suatu tempat, alarm itu kembali berbunyi. Saya tidak berkenalan langsung dengannya. Dari seratusan orang yang ada, dia terselip di tengah-tengah. Secara fisik sama sekali tidak menonjol. Alarm saya berdering begitu saja ketika melihatnya. Ada sesuatu pada dirinya, yang membuat saya waspada. Ada sesuatu pada dirinya yang membuat saya berpikir: dia agak 'sakit'.
Dan itu terbukti.

Kali lain lagi, saya bertemu dengan seseorang yang ditokohkan. Cerdas, aktif, dan periang. Tampak luwes dan ramah. Alarm berdering lagi. Sesuatu yang tersembunyi dalam dirinya membuat saya takut. Ia tampak sakit dan...kejam. Beberapa tahun kemudian itu terbukti.

Suatu waktu yang lain, saya berkumpul dengan ibu-ibu wali murid dari sekolah lain. Satu orang menarik perhatian saya. Yup, alarm berbunyi. Perasaan berbisik, hati-hati. Something dalam dirinya, berwatak licik, oportunis, dan bermuka dua. Dia sangat manis, berusaha mendekati. Saya tetap menghormati, menyambut pendekatannya dengan sewajarnya. Dan kemudian terjadi konflik. Bukan dengan saya, tapi dengan lainnya. Karakternya persis seperti kesan pertama dahulu.

Is first impression forever? Tidak bagi saya. Setiap orang berproses, bukan?
Saya lebih banyak mengabaikan, tidak menempatkan alarm itu sebagai justifikasi untuk menjauh. Tidak juga mempengaruhi hubungan saya dengannya, apalagi memusuhi. Jika terjadi sesuatu, alarm itu menjadi rambu-rambu. Semacam manual untuk menentukan sikap dan cara penyelesaian. Saya yakin, tiap orang punya caranya sendiri untuk berbenah.


INDERA KEENAM


Saya pernah satu tim dengan orang yang memiliki indera keenam sangat tajam. Pada suatu waktu, kami bertemu seorang ibu dan bapak, dari institusi lainnya.
Saya merasa 'tidak aman' dengan sang ibu. Tapi perasaan itu tidak saya ungkapkan pada partner saya. Setelah urusan selesai, partner saya membahas. Dia membeberkan apa yang dibacanya dari 'aura' mereka. Detil, sampai pada masalah, maaf, libidonya. Ini kelewatan. Saya tidak suka dan tidak nyaman.
Kasus begitu terjadi lagi beberapa waktu kemudian. Kali lain, saya yang jadi obyeknya. Saat sedang bete sebab ada masalah, dia menebak-nebak, dan ikut komentar. Saya merasa terganggu. Saya merasa diteropong. Ini tidak bisa dibiarkan.



Saya berbicara dengannya. Memohon agar tidak lagi menyampaikan apa yang dia 'baca' dari orang lain. Sebab kami akan sering bertemu orang luar sebagai klien. Bayangkan jika setiap orang yang ditemui di'bacanya' kemudian dibahas. Bagi saya, itu sudah melampaui batas.
Saya juga memohon ia tidak sembarangan mencampuri urusan saya tanpa diminta.

Kejam? Bukan. Saya menggaris batas pengaruh indera keenamnya bagi saya dan juga bagi kualitas hubungan kami dengan orang lain. Hubungan dengan klien adalah hubungan profesional. Wilayah personalnya bukan urusan saya. Kecuali jika wilayah personal itu sudah memberikan pengaruh terhadap kualitas kerja sama kami, baru akan dicermati. Tapi jika tidak, none of my bussiness.

Apakah saya punya indera keenam juga? Bukan, ah. Itu bukan hal istimewa. Kadang-kadang saya juga takut dengan alarm itu. Jangan-jangan alarm itu tipu daya jin untuk menjerumuskan. Parno, ya?

Adakah yang punya pengalaman sama? Barangkali bisa berbagi.







2 komentar:

  1. Insipiratif. Memang harus hati-hati sama alarm yah Bu Guru, bunda sepakat. Apakah alarm sama dengan suara hati atau semacam insting dan bisa jadi bisikan halus dari malaikat penjaga tubuh. Wallahualam bissawab. Tetapi apapun itu kita memang perlu memperhatikan alarm itu, sekedar jaga-jaga saja asal jangan sampai mengganggu aktivitas kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, kudu waspada menyikapinya. Khawatir masuk dalam prasangka, judgement. Batas wasapada dan prasangka, tipis...
      Terima kasih Mba Warda Wiah, sudah mampir dan komen..

      Hapus

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.