BUNDA UMI SUDAH TUA, GAES!

Rabu, Oktober 03, 2018


Baju warna pink, sepatu krem, kerudung biru muda.
Saya duduk di teras, bersama beberapa keluarga pengantin pria. Tiba-tiba satu keluarga pengantin wanita mendekati saya dan berbisik :”Tante diminta duduk di sana.” Dia menunjuk ke jajaran kursi dekat meja prasmanan.
Sudah ada beberapa ibu dan satu dua laki-laki. Saya menyalami satu persatu ibu-ibu itu. Sebagiannya sudah sepuh.
“Dari mana, Bu?” Saya membuka percakapan.
“Bogor, semalam sampai. Mbak?”
“Jombang, Bu.”
Pembicaraan berpindah dari satu topik ke topik lain.
“Sudah berkeluarga?” Pertanyaan itu muncul..
“Sudah, Bu.”
“Sudah punya putra?”
“Sudah Bu, empat, anak pertama saya kuliah.”
“Oh.”
Oh. Ibu terkejut? Saya juga terkejut ditanya begitu.
Mungkin Ibu itu sedang bingung, lupa tidak melihat tangan saya yang emak-emak banget ini. Saya ceritakan percakapan itu pada anak-anak.
Respon mereka: “Huuuuh, mesti gitu! Bunda ini kepedean…” Ahaha.
Esok Senin, setelah upacara.
Ada rekan guru yang mampir ke ruang kurikulum. Bertiga dengan Mamak, kami mengobrol. Saya tdiak terlalu memperhatikan alur pembicaraan. Tiba-tiba…
“Bu Umi tuh, dari belakang kelihatan masih gadis, dari samping juga.. Dari depan juga…”
“Waaah, Ibu jangan bilang begitu, nanti Bu Umi terbang!” Kata Bu Vivin sambil tertawa. Hahaha. Tahu betul dia, hidung saya kembang kempis.
Kembali saya ceritakan pada Najma dan Zahra di rumah, untuk menggoda mereka.
“Kata teman Bunda, Bunda itu dari belakang seperti gadis, dari samping juga, dari depan…”
“..keriputt!!” Najma dan Zahra kompak menyela cerita. Ahahaha. Mereka protes lagi!
Baiklah. Tidak usah bercerita lagi, deh.

24 SEPTEMBER
“Berapa umur Ayah?” Malam Senin, 23 September Najma bertanya. Kami sedang berkumpul di runag tengah. Ayah duduk manis di depan saya.
“Empat puluh enam.”
“Oooh. Bunda?”
“Empat puluh enam.”
“Bukan! Bunda empat puluh lima. Besok empat puluh enam…” Najma mengerling Ayah.
“Eeeh, besok ada yang ulang tahun. Tanggal dua puluh empat ya?” Kata Ayah.
“Tumben Ayah ingat!” kata Zahra.
“Coba tanya tanggal lahir semuanya ke Ayah, paling juga lupa!” Ledek saya.
“Ingat dong. Najma, tiga belas Oktober 2004. Hafidz, enam belas Juli 2008, Nabila Sembilan November 2000. Zahra… Hahahaha. Lahir pas Ayah di Madura, dua puluh empat Januari 2007.”
Pembicaraan masih berlanjut kesana kemari.
“Eh, aku pinjam tab Bunda,” tiba-tiba Najma keluar topik.
Dia membuka WA saya.
“Aku mau tulis status dulu. Orang-orang harus tahu usia Bunda berapa, bair gak dikira muda terus…” wajahnya tengil. Senyum-senyum usil. Punya rencana apa dia?
Setelah kelar, dia serahkan kembali tab itu.
Ternyata statusnya berbunyi begini:
Bunda Umi sudah tua gaes.
Sudah 46 lho gaes


Hihihi. Sayang saya lupa men-screenshot status itu.

Ibu Guru Umi; menulis agar bahagia.
Jombang, 03 Oktober 2018, 00.25 WIB.

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.