DUA KOMENTATOR

Selasa, Januari 19, 2016
Sering jalan-jalan dengan Mas Budi. Melewati kompleks2 perumahan. Ada yang rumahnya begitu tinggi. Tiang-tiangnya bulat, diameternya besar. Megah sekali.

"Finishingnya abis berapa ya?" bisik saya.

"Apa?" MAs Budi bertanya.

"Finishingnya rumah tadi habis berapa. Segitu besar dan megah," kata saya menerawang.

"Kok ikut mikir! Kayak kurang kerjaan aja!" tukas Mas Budi.

"Emang lagi kurang kerjaan!" balas saya. MAs Budi tertawa terkekeh.

Kemudian kami lewati rumah besar lagi. Tiangnya sangat tinggi. Lebih mewah dan lebih besar dari yang tadi. Rumah itu kelihatan sepi. Cuma ada sebuah mobil dan seorang laki-laki di luar. Di sebelah rumah itu ada rumah mewah lainnya. Berjajar-jajar, berdiri angkuh. Berbagai model, satu kesamaannya: sama-sama sepinya!

"Untuk apa mereka membangun rumah sebesar ini, ya?" ganti Mas Budi yang berbisik.

"Iya, mahal-mahal. Cuma dinikmati segelintir orang. Coba uangnya dibuat bikin sekolah. Atau rumah singgah. Atau tempat apaaaa..gitu, yang bermanfaat bagi orang banyak," saya nyerocos.

"Itu kan kata Bunda!" Mas Budi berkata sambil mentertawakan komentar saya.

"Lha, iya. Rumah yang dinikmati sendiri gak mengalirkan pahala... Boro-boro dibawa ke kuburan, tiangnya aja gak akan muat di kuburan segitu!" saya bersemangat.

"Coba kalau dibuat sekolah, jadi gedung memadai, alat main memadai, kan pahalanya mengaliiiirrrrr!" saya menggebu-gebu.

Mas Budi tertawa lagi.

"Lah iya,itu kan pikiran Bunda.Pikiran orang kan gak sama...."

Lalu saya ikut tertawa. Kami berdua tertawa, menertawakan diri sendiri. Namanya juga cuma komentator. Ya bisanya cuma ngasin komen aaajaaaa.... Piis!

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.