OPERET A LA NAJMA

Selasa, Januari 19, 2016
CATATAN 10  FEBRUARI 2010

Satu malam, setelah sholat isya. Saya dan Mas Budi masih duduk diatas sajadah. Nabila sudah masuk kamar, Zahra sibuk dengan dotnya (btw, ada yang tahu cara menyapih anak dari dot? Bagi tipsnya doong!).

“Ada arisan,” kata Mas Budi.

“Kapan?” tanya saya. Perasaan hari ini tadi tidak ada undangan arisan RT. Saya menunggu-nunggu, karena ingin tahu jadwal arisan ibu-ibunya.

“Malam ini. Tadi siang Pak RT kasihkan suratnya,” jawab Mas Budi.

“Lho, kok Bunda gak lihat? Bunda tunggu arisan ibu-ibu,” saya heran. Mas Budi nyengir.

“Kalau tidak salah arisan ibu-ibu tadi sore...Surat undangannya tak masukkan saku baju.. Hehe..” Yee... undangan penting kok masuk kantong!
Najma yang asyik bergumam, menyanyi kecil dan menari-nari (seperti operet) tiba-tiba berhenti.

‘Ayah mau kemana?” tanya Najma.

“Arisan bapak-bapak,” jawab Mas Budi.

“Aku ikut...” Najma berkata sambil mengayunkan tangannya. Seperti menari. Itu lho, tangannya diayunkan ke depan, seperti kalau orang menyanyikan syair lagu “.....disanaaaa...”. Begitu. Paham kan?

“Gak boleh... Acaranya sampai malam. Lagian, hujan!” Mas Budi menggelengkan kepalanya dengan tegas.
Najma sedikit manyun. Tapi beberapa detik kemudian kembali beraksi.

“Aku ikut yaaaa...” Najma kembali berkata sambil menari. Senyumnya yang lucu mengembang.
Mas Budi tersenyum. Dan menggeleng.

“Aku ikut... Kemana pun kalian pergi, aku ikut serta...,” Najma kembali bergaya. Mengucapkan sambil mengayun-ayunkan tangan. Kakinya melangkah ke depan belakang seperti main operet betulan. Persis! (Hallooo Mbak Vero, ini contoh riil korban’PIKA-PIKA KURO” atau ‘BOBUMBA”!!)
Saya dan Mas Budi tertawa.

“Gak boleh ya..” Mas Budi bertahan.

“IKUUTT!!” Najma menghentakkan kakinya. Hilang sudah gaya operetnya. Yang ini asli, bukan lagi panggung sandiwara!

Mas Budi masuk kamar. Najma membuntuti. Kemudian memegang ujung baju Mas Budi erat-erat. Kepalanya menempel ketat ke kaki Mas Budi.

“Mbak, tidak boleh ikut! Bukan acara anak-anak, selesainya malam. Mbak Najma nanti ngantuk!” saya mencoba memberi pengertian. Najma tidak peduli. Saya yang sedang menggendong Hafidh dan Mas Budi malah didorong masuk kamar. Pintunya ditutup dari luar. Mas Budi menyelinap lewat pintu kamar belakang, menuju pintu dapur dan keluar menyusuri hall. Aman!
Najma tampaknya menyadari bahwa triknya salah besar. Dia cepat-cepat membuka pintu kamar. Tapi Mas Budi sudah berangkat.

Najma menangis dengan kencang. Kakinya dihentak-hentakkan dengan kesal. Saya mendiamkan beberapa waktu. Suara Najma lama-lama mengecil.

“Ayo kita nonton operet!” bujuk saya. Najma mengangguk kuat-kuat. Tangannya sibuk menghapus air mata di pipinya.

“Pika-pika kuro aja...” katanya.

“OK,” saya setuju. Lalu menyalakan komputer. Lalu suasana nyaman kembali. Tarian, nyanyian dan dialog-dialog didengarkan dengan tenang. Hingga tertidur.

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.