ITU URUSAN SBY
Ketika enam
bersaudara plus suami plus anak-anaknya bertemu, apakah yang terjadi?
Yang kecil-kecil, ribut berteriak-teriak. Berlari kesana kemari.
Mengejar-ngejar yang sudi dikejar, terkikik-kikik geli. Ada yang menabuh kaleng
wafer yang sudah kosong (ludes dalam waktu singkat!), atau ketipung kecil. Yang remaja
cekikak-cekikik bersama, menceritakan kisah-kisah horor. Yang ini selalu bikin
heran: takut-tapi-senang!
Lalu mengalirlah cerita tentang Ibu Dosen yang hobi
ngelindur. Kalau ditanya saat tidur (Lha, yang nanya juga gak tahu waktu, ya? Masa
orang tidur ditanya-tanya!), jawabannya bisa ngelantur. Saya pernah mengalami
itu, dulu sekali. Masa masih lajang, dan disela waktu senggang mengasuh Thoriq.
Thoriq kala itu masih berusia tiga tahun.
Ada
ritual khusus yang lazim dilakukan menjelang Thoriq tidur: bercerita tentang
kelahiran Nabi Muhammad saw. Hampir setiap hari cerita ini disampaikan,
yang bercerita sampai bosan. Tapi mungkin berlaku hukum yang sama bagi
anak-kecil: semakin sering mendengar, semakin seru. Nah, siang itu, saya
mengantuk sekali. Ingin rasanya langsung tidur.
"Cerita Cil, Nabi
Muhammad..," pinta Thoriq.
Maka, dengan usaha keras melebar-lebarkan mata dan
menggenapkan akal, saya bercerita.
"Nabi Muhammad dilahirkan
di...," saya terdiam.
"Mekah..," kata
Thoriq.
"Nama ayahnya
adalah...," saya setengah mati menahan mata agar terbuka.
"Abdullah!" Thoriq
lagi-lagi menjawab. Saya mengangguk, bukan membenarkan, tapi asli mengantuk.
"Acil..acil..."Thoriq
menggoyang-goyangkan badan. Saya tergagap. Oh, tertidur sejenak, nikmatnya!
"Nama ibunya,
Siti..," saya mulai 'teler' lagi. Tapi Thoriq tidak menjawab.
"Siti..," saya
tambah teler. Thoriq tidak melanjutkan.
"Siti...Hayati,"
saya menggenapkan ingatan. Tiba-tiba Thoriq terkikik-kikik. Suaranya yang kecil
dan melengking terasa menendang-nendang telinga.
"Acil, bukan Siti Hayati!
kikikikikikkkkkk..," Thoriq makin terkikik. Saya membuka mata yang super
berat. Hati ikut protes, sejak kapan nama Ibunda Rasululah menjadi Siti Hayati?
Itu kan nama adik angkatan di kampus? Maka tawa Thoriq semakin lenyap, lenyap,
dan lenyap. Saya benar-benar terlelap, meninggalkan Thoriq yang masih
terkekh-kekeh.
Nah, lakon cerita orang ngelindur ini masih sama: Thoriq
Musthofa Haqqani, yang sudah kelas satu SMS eh SMA. Mungkin sudah suratan nasib
Thoriq, dikelilingi oleh orang-orang yang suka melantur! (Thoriq, tabahkan
hatmu!)
Ceritanya, Thoriq hendak bermain di alun-alun. Membeli
tahu goreng yang dimakan dengan cara dicocol ke petis. Rasanya memang nikmat.
Nah, inilah
dia cerita yang disampaikan Thoriq dihadapan majelis sanak saudara.
"Mi, minta uang, beli
tahu," Thoriq membangunkan uminya. Uminya masih tidur lelap.
"Mi, minta uang," Thoriq
berkata lagi. Umi menggerakkan badan.
"Itu urusan SBY..," kata
Ummi.
(Para anggota majelis
sanak saudara tertawa tergelak-gelak. Ada yang bertanya,"Terus,
gimana?" Sang Ummi ikut-ikutan terkikik-kikik.)
"Ayo, Mi...Minta uangnya
buat beli tahu," Thoriq mencoba lagi.
"Di kamar SBY!" sahut Ummi
pendek.
(Dan tawa semakin meledak!
Terpingkal-pingkal selama beberapa waktu. Sejak kapan, SBY mengurusi tahu
petis?)
16 September 2010 jam 9:04
Tidak ada komentar: