BEBAS YANG BAHLUL

Senin, Desember 14, 2015
Logika berpikir yang didewakan, bisa membuat kita kebablasan dan membingungkan, Ujungnya sih sama: inkonsistensi.

Beberapa tahun lalu, seorang sahabat bercerita tentang pengalamannya. Ia bertemu dengan seorang aktivis persamaan gender, dari Jombang.
Seorang ibu muda.
Aktivitasnya seputar pemberdayaan perempuan secara ekonomi luar biasa. Rajin mengadakan pelatihan untuk para ibu di desa-desa.
Juga menjadi narasumber dalam pelatihan/workshop/seminar.
"Semula saya kagum," kata sahabat saya itu."Suatu waktu, dia bercerita tentang dialognya dengan putrinya. Putrinya bersekolah di sebuah sekolah full day terkenal di Jombang."
Yang saya ingat, begini garis besar dialognya:
Ibu : "Siapa yang biasanya jadi imam sholat di sekolah?"
Anak : (misalnya) "Tio."
Ibu : "Banyak mana hafalanmu dengan Tio?"
Anak : "Banyak aku.,"
Ibu : "Bagus mana bacaan al quranmu dengan bacaan Tio?"
Anak : "Bagus aku."
Ibu : "Kamu boleh jadi imam sholat di sekolah?"
Anak : "Nggak."
Ibu : "Kamu tanya sama gurumu, kenapa kamu gak boleh jadi imam dan Tio boleh."

"Aku kaget, Bun. Ternyata begitu pemikirannya," kata sahabat saya itu.

Sekarang saya jadi mikir gini: proteskah ibu tersebut ketika hamil? Gak kepengen kehamilannya diganti suami? Proteskah dia sama panggilan "Mama'? Gak kepengen dipanggil "Papa" saja?

Kebablasan yang menggelikan. Jahil bin bahlul.

Tidak ada komentar:

Ibu Guru Umi. Diberdayakan oleh Blogger.